Kabar PaudInspirasi
Fatmawati, PAUD Inklusi Cerdas Banyuwangi Ketulusan Hati Perempuan Diujung Pulau Jawa
Akhir bulan September 2020 lalu, salah satu stasiun televise nasional menampilkan kisah perempuan dari ujung Pulau Jawa yang dengan ketulusan hatinya memberikan dirinya dalam memenuhi hak anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya anak usia dini.
Bukan kali ini saja sesungguhnya dia menjadi konsumsi kisah humanisme stasiun televisi. Jauh sebelumnya acara Kick Andi di Metro TV dan Hitam Putih Tran TV juga pernah menampilkan kisah ibu dua anak ini yang berjibaku mendirikan PAUD Inklusi Cerdas di Banyuwangi, Jawa Timur dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak usia 3 hingga 6 tahun.
Ketika Tim Penulis Buku menghubunginya beberapa waktu lalu melalui sambungan telepon, dengan penuh ceria percakapan terkait Anak Berkebutuhan Khusus mengalir deras. “Terimakasih ya mas sudah menelepon. Biasanya kita bersahutan di whatssapp group saja. Saya baru saja menjadi nara sumber webinar mas, maaf baru bisa menjawab teleponnya,” ujar Fatmawati.
Anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas mungkin hingga saat ini masih kerap tak mendapatkan perhatian. Namun hal itu tak berlaku bagi Fatmawati. Perempuan berusia 45 tahun ini begitu popular di kalangan masyarakat menengah ke bawah di Banyuwangi, Jawa Timur karena kegigihannya memperjuangkan anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas untuk memperoleh pendidikan sejak usia dini tanpa dipungut bayaran alias gratis.
Kepedulian Fatmawati kepada anak dengan kebutuhan khusus alias inklusif tersebut diwujudkan dengan mendirikan sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Inklusif Cerdas. Kabar sekolah gratis itu dengan cepat menyebar sehingga silih berganti orangtua datang membawa anak usia prasekolah untuk dititipkan di PAUD Cerdas.
Hingga suatu saat, Fatmawati kedatangan orangtua murid yang kebingungan untuk menyekolahkan anaknya karena hampir semua sekolah yang didatangi menolak untuk menerima siswa yang memiliki kebutuhan khusus.
Tanpa ragu, Fatmawati langsung menerima murid dengan kategori anak berkebutuhan khusus tersebut karena perasaan iba melihat orangtua anak itu merasa putus asa. Selain itu, ada pula hal lain yang mendorongnya mau menerima anak tersebut, yaitu karena kondisi perekonomian orangtua anak itu pas-pasan.
Bantuan BOP ABK
Mengenai bantun yang diterimanya dari Pemerintah Pusat melalui program BOP Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dia sangat bersukur dan berterimakasih. Manfaat yang dirasakan atas perhatian maupun bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan layanan paud inklusi sungguh dirasakan lembaga, masyarakat dan orangtua khususnya peserta didik ABK.
Fatmawati nersyukur sekali saat ini perhatian pemerintah semakin tampak nyata dan bermakna, baik untuk lembaga penyelenggara, maupun peserta didik beserta keluarga. Perhatian tersebut meliputi antara lain; Permendiknas RI Nomor 70 Tahun 2009, tentang pendidikan inklusi, Permen pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tentang mendampingi anak berkebutuhan khusus, Peraturan Daerah Banyuwangi, Peraturan Bupati Banuwangi terkait ABK dan Insentif untuk GPK (Guru Pembimbing anak berkebutuhan khusus dari APBD
“Dari Pemerintah Pusat tentunya kami menerima BOP ABK setiap tahun yang jumlahnya semakin meningkat, sekarang Rp. 2.000.000 per anak berkebutuhan khusus. Bantuan dari pemerintah pusat melalui direktorat paud ini sangat dirasakan manfaatnya,” katanya.
Bagi lembaga khususnya penyelenggara Paud Inklusi, dikatakan Fatmawati, bantuan tersebut bisa memberikan layanan yang lebih maksimal dan berkualitas karena di dukung oleh APE yang dibeli dari alokasi dana BOP ABK. Juga bisa melaksanakan pelatihan tambahan untuk pendidik. Bisa meningkatkan profesionalisme pendidik dalam menangani ABK, yang sebelumnya menangani dengan pengetahuan yang sangat terbatas.
Selain itu, lanjutnya, Bantuan BOP ABK dia gunakan untuk pemenuhan sarana prasarana dengan lebih lengkap dan lebih baik, termasuk sarana pendokumentasian. Ada dana untuk psikotes dan konsultasi kepada psikolog atau ahli dengan lebih layak dengan adanya dukungan dana dari BOP ABK. Terutama bagi kalangan keluarga kurang mampu tapi belum terakses BPJS. Informasi hasil tes sangat dibutuhkan oleh lembaga supaya bisa memberikan stimulasi sesuai kebutuhan dan keadaan anak.
Bagi anak dan keluarga, Bantuan BOP ABK PAUD sangat dirasakan karena meringankan beban keluarga. Memberikan penyadaran dan pemahaman pada ortua dan keluarga dengan benar karena di dukung hasil tes yang akurat, bukan dari hasil kira2/deteksi sederhana saja.
“Saya mewakili keluarga ABK mengucapkan terimakasih kepada pemerintah. Mereka merasakan kehadiran pemerintah, di dalam kesulitan yang mereka hadapi. Anak-anak menunjukkan perkembangan yang lebih bermakna karena adanya keterlibatan semua pihak sebagai akibat dukungan dari BOP ABK. Semoga kedepan bisa lebih baik lagi, bisa memberikan alat bantu kecacatan yang sifatnya individual seperti alat bantu dengar, kacamata, kursi roda dan lainnya,” katanya.
Awal PAUD Inklusi
Menurut Fatmawati ada sembilan murid yang pertama kali saya terima. Di antara anak-anak itu ternyata menyandang kebutuhan khusus dan juga anak yang mengalami keterlambatan dalam menerima pelajaran karena berbagai faktor mungkin sejak berada dalam kandungan hingga persoalan saat proses pertumbuhan anak," ujar Fatmawati.
Fatmawati hanya wanita biasa. Ia adalah ibu dari dua orang putri yang awalnya hanya bermodal kepercayaan diri dan kasih sayang membimbing anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas di sekolahnya.
Fatmawati di tahun ajaran 2018/2019 ini dibantu 22 guru dan relawan yang berasal dari kalangan mahasiswa dan orangtua murid serta sejumlah terapis yang datang berkala.
Umihanik, salah seorang guru sekaligus relawan mengisahkan awalnya dirinya tertarik menjadi relawan karena melihat anak-anak di PAUD Cerdas membutuhkan perhatian lebih. Apalagi, sebagian dari anak-anak itu memiliki kondisi berbeda dengan anak-anak normal lainnya secara mental.
"Saya dulu orangtua murid yang setiap hari mengantar dan menunggui anak di sekolah. Lama kelamaan karena jumlah murid yang cukup banyak, kemudian diajak ibu Fatmawati untuk ikut terlibat sebagai relawan," kisah Umi yang memiliki latar belakang guru mengaji.
Umihanik bersama relawan lainnya, setiap hari mendampingi 131 siswa. Sebanyak 27 anak di antaranya penyandang disabilitas dengan berbagai keterbatasan, di antaranya autisme, cerebal palsy, epilepsi, tunawicara, dan down syndrome. Murid PAUD yang diterima di sekolah itu antara usia 2 sampai 10 tahun, baik anak yang normal maupun berkebutuhan khusus.
Anak-anak setiap pagi dibiarkan berbaur dan bermain bersama tanpa dipisahkan. Karena pembauran tersebut sebagai salah satu upaya menumbuhkan kepercayaan diri dan kkesempatan bersosialisasi bagi anak berkebutuhan khusus.
Ia menyadari pada awalnya banyak orang tua murid yang merasa keberatan karena anak-anak mereka harus bergaul dan belajar berdampingan dengan anak berkebutuhan khusus.
Fatmawati banyak menerima protes dari para orangtua, bahkan salah satunya sampai melarang orangtua dari anak berkebutuhan khusus untuk masuk ke sekolah.
"Salah satu orangtua murid ada yang mencegat ibu dari anak berkebutuhan khusus dan memberi teguran serta melarang masuk ke sekolah karena khawatir anaknya terluka atau dikasari oleh murid dengan kebutuhan khusus," kata Fatmawati.
Bagi Fatmawati, kekhawatiran beberapa orangtua murid itu agak berlebihan. Hal itu karena dirinya menerapkan pengawasan yang cukup ketat dengan melibatkan guru dan relawan dari kalangan mahasiswa serta orangtua murid untuk mendampingi anak-anak saat bermain, terutama anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Fatmawati merasa iba melihat orangtua dari anak-anak berkebutuhan khusus biasanya merasa malu, berkecil hati, bahkan tidak jarang kemudian menyendiri dan hanya bisa menangis.
"Saat itu juga saya mengumpulkan seluruh orangtua murid yang mayoritas memang menunggui anaknya selama jam pelajaran. Kami bersama para guru memberikan pengertian agar orangtua diharapkan mau bertoleransi dan mendukung anak-anak berkebutuhan khusus dan tidak malah mengejek bahkan mem-bully," papar Fatmawati.
Selain itu, Fatmawati secara berkala mendatangkan terapis untuk membantu anak-anak inklusi tersebut semakin mampu bersosialisasi dan mengikuti pembelajaran dengan baik.
Menurut dia, sekolah juga bekerjasama dengan Lembaga Terapi Matahari, psikolog dari RSUD Blambangan Banyuwangi, Puskesmas Sobo Banyuwangi, dan SLB Negeri di wilayah setempat.
Sementara, para relawan secara berkala mendapatkan peningkatan kualitas dalam menangani anak berkebutuhan khusus dengan mendatangkan narasumber kompeten, mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Ditjen PAUD Kemdikbud dan Dinas, serta Tim Pengembang PAUD Inklusif dari Balai Pengembangan PAUD dan Dikmas Jawa Timur.
Seiring berjalannya waktu, PAUD Cerdas membuka kelas parenting untuk membekali orangtua murid berbagi pengetahuan tentang pengasuhan, serta ilmu-ilmu lain untuk menunjang pendidikan anak ketika berada di rumah dengan mendatangkan ahli dari berbagai bidang berkaitan dengan perkembangan anak.
Fatmawati sering mendapat pertanyaan dari orangtua dan masyarakat bagaimana mungkin dirinya bisa menjalankan PAUD sementara tidak ada iuran tetap yang diambil. Padahal, untuk operasional sekolah membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Fatmawati menegaskan akan berpegang teguh pada komitmen awal, yaitu tidak akan memungut biaya dari orangtua murid. "Tidak dipungkiri sudah pasti ada biaya yang harus kami keluarkan baik untuk kebutuhan murid seperti alat peraga, buku-buku cerita, maupun kebutuhan operasional sekolah serta perawatan berkala gedung dan berbagai kebutuhan lainnya," ucapnya.
Fatmawati hanya menyediakan kotak infak di samping kelas belajar untuk pengembangan fasiltas kelas belajar dan bermain anak-anak. Terkadang dari kotak infak itu ia mendapat Rp 1,5 juta sebulan. Uang itu tidak untuk gaji karena gurunya murni relawan.
"Intinya bukan untuk mencari gaji karena sejak awal sudah tertanam di antara guru bahwa kegiatan tersebut bagian dari kerelaan dan sekaligus ladang amal," kata dia.
Sejak beberapa tahun terakhir, guru-guru di PAUD Cerdas telah menerima bantuan dari pemerintah, dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para guru terkait dengan kegiatan mengajar.
PAUD Cerdas meski berlabel gratis kerap menerima berkah dari mantan orangtua murid, masyarakat. serta donatur yang merasa tergerak untuk membantu keberlangsungan sekolah tersebut.
Kerelaan membantu bisa dalam wujud bangunan kelas, perlengkapan peraga bagi anak-anak, kursi roda bagi anak berkebutuhan khusus, meja dan kursi serta berbagai kebutuhan lainnya. Karena memang Fadmawati lebih memilih diberikan bantuan fisik ketimbang uang tunai.
Fatmawati bersyukur karena sepak terjangnya dalam mendirikan PAUD Inklusi sepenuhnya mendapat dukungan dari suaminya, Multazim. Bahkan, keteguhannya untuk menggratiskan biaya sekolah di PAUD.
tersebut datang dari suaminya. Dan kini ketulusan Fatmawati dan keluarganya dalam menyelenggarakan paud gratis justru dibalas dengan kabar gembira.
Kabar gembira itu ketika putri sulungnya, lulusan Pesantren Darul Ulum Jombang, mendapat beasiswa dari pemerintah Rusia untuk melanjutkan pendidikan Strata Satu di Saint Petersburg State University of Culture and Art jurusan desain grafis. Sedangkan putri nomor dua masih duduk di kelas 8 Pesantren Al Anwari Banyuwangi.
Fatmawati tidak pernah berhenti untuk mewujudkan tekadnya untuk menjadikan PAUD Inklusi Cerdas lebih dikenal luas masyarakat. Tidak karena bangunan mewah serta fasilitas berlebih, namun Fatmawati ingin PAUD Inklusi Cerdas dikenal sebagai sekolah yang terbuka menampung siswa-siswa dari keluarga tidak mampu dan khususnya yang memiliki anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Beberapa lulusan PAUD Inklusi Cerdas kini lebih percaya diri untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan tidak lagi menjadi anak pendiam, pemalu, serta suka merusak.
PAUD Inklusi Cerdas di jalan Kolonel Sugiono 17 Banyuwangi ini tidak berdiri di atas bangunan mewah. Bangunan sederhana yang sebagian masih beralaskan tanah keras itu menjorok ke dalam, persisnya di bagian belakang dari bangunan Bimbingan Belajar Les-lesan Cerdas, yang merupakan usaha awal Fatmawati dan keluarganya sejak tahun 2005.
Kegiatan belajar, bermain, menari, berlatih fisik dilakukan secara bergantian kadang di halaman sekolah atau di ruang kelas pinjaman yang berjejer tanpa jendela.
Selain ruang kelas, terdapat halaman kecil yang ditempatkan sejumlah permainan anak-anak, seperti ayunan, rumah-rumahan yang dicat berwarna warni dengan hiasan mural bertema anak-anak pada dinding tembok yang berbatasan dengan bangunan tetangga di sebelahnya.
Sejak menerima murid pertama Paud pada 2008 hingga kini sekolah diselenggarakan dengan memanfaatkan kelas bimbingan belajar. Pada pagi hari kelas-kelas tersebut kosong karena bimbingan belajar baru dilaksanakan setelah jam pulang sekolah.
"Mulanya saya melihat banyak anak-anak usia prasekolah yang hanya bermain-main dan kemudian ikut-ikutan anak yang lebih besar dalam bertingkah laku termasuk menyanyikan lagu-lagu dewasa yang mungkin tidak dipahami artinya," kisah Fatmawati.
Ia merasa prihatin dengan kondisi lingkungan yang bisa mempengaruhi anak-anak yang kebanyakan berasal dari keluarga menengah ke bawah bahkan dari keluarga miskin.
Kemudian, Fatmawati mengajak sejumlah guru bimbingan belajar yang dikelolanya untuk menampung anak-anak usia prasekolah. Jumlah murid awalnya hanya sembilan anak yang berasal dari tetangganya sendiri.
"Awalnya saya dicemooh karena sejak awal penerimaan murid saya sampaikan kepada orangtua murid kalau sekolah PAUD ini gratis tanpa dipungut biaya apapun. Banyak yang tidak percaya hingga akhirnya beberapa orangtua membuktikan, baru kemudian diikuti oleh orangtua lainnya," tutup Fatmawati yang merupakan lulusan sarjana pertanian Universitas Jember ini.
Sumber | : Best Practices PAUD Inklusif Direktorat PAUD |
2022-07-12 | 17:00:00
InfoTerkini
Kemendikbudristek Dorong Dinas Pendidikan Berkolaborasi Susun Strategi Pendampingan Sekolah Tingkatkan Kualitas Layanan
Berita 2024-04-26 | 13:00:00
PAUDPEDIA —- Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Kebuda...
selengkapnyaTransformasi Digital Membutuhkan Dukungan dan Komitmen Ekosistem Pendidikan
Berita 2024-04-26 | 10:30:00
Jakarta, Kemendikbudristek — Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendi...
selengkapnyaMenumbuhkan Kesadaran Beragama pada Anak Usia Dini
Ruang Artikel 2024-04-26 | 10:05:00
PAUDPEDIA — Ayah, Bunda dan Sobat PAUD, Pengenalan agama merupakan bagian penting dalam membantu anak memahami nilai-nilai agama, membangun hubungan positif dengan Tuhan dan se...
selengkapnyaBimtek Pendampingan Sekolah Regional 1, Tingkatkan Kualitas Layanan Pendidikan Diikuti 51 Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Berita 2024-04-23 | 19:25:00
PAUDPEDIA — Sebanyak 51 pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota menghadiri selengkapnya