Berita
RAN Gender dan Perubahan Iklim Untuk Lindungi Anak dan Perempuan Diluncurkan
Ruang Artikel 2024-04-17 | 16:00:00
PAUDPEDIA ---- Perubahan iklim merupakan isu global yang memiliki dampak signifikan bagi perempuan dan anak di Indonesia. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengungkapkan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang kompleks ini, penting untuk mengakui peran kunci perempuan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, termasuk untuk mengintegrasikan dan mempertimbangkan peran perempuan dan kelompok rentan lainnya dalam kebijakan dan program nasional, maupun daerah.
Dampak perubahan iklim pada populasi rentan, khususnya anak-anak dan kaum perempuan, telah menjadi perhatian global yang meningkat. Pandemi COVID-19 telah menyoroti ketidakseimbangan beban yang ditanggung oleh anak-anak selama krisis tersebut. Kerentanan ini semakin diperparah oleh keadaan darurat dan bencana yang dipicu oleh dampak perubahan iklim, yang mempengaruhi kerentanan anak-anak di bawah usia lima tahun. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak-anak usia ini menanggung 90% dari beban kesehatan global terkait perubahan iklim.
Indonesia, yang menempati peringkat ke-46 dari 163 negara yang berisiko tinggi terhadap perubahan iklim, menghadapi tantangan yang signifikan (UNICEF, 2020). Menurut data Children’s Climate Risk, lebih dari 140 juta anak mengalami kelangkaan air; 120 juta anak sangat terdampak banjir rob, 210 juta anak terpapar siklon; dan 460 juta anak sangat terpapar pada polusi udara.
“Sebagai negara kepulauan dengan beragam ekosistem dan masyarakat serta berada di kawasan ring of fire, perubahan iklim menimbulkan tantangan khusus yang harus dihadapi oleh perempuan dan anak, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana dan lingkungan rentan. Namun selama ini peran perempuan masih sering terbaikan, karena pengaruh budaya, status sosial yang mendiskriminasikan peran dan aksesibilitas perempuan di berbagai bidang termasuk dalam perubahan iklim. Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, hari ini, Pemerintah bersama para stakeholder meluncurkan Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN GPI),” ungkap Menteri PPPA dalam peluncuran RAN GPI, di Jakarta.
Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak
Menteri PPPA mengatakan hari ini merupakan momen bersejarah dalam perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender dan perlindungan anak dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim di Indonesia. Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN GPI) yang telah disusun ini diharapkan mampu untuk menjawab isu gender yang mengemuka akibat perubahan iklim, diantaranya dengan meningkatkan akses pengetahuan dan informasi, meningkatkan partisipasi perempuan dan kelompok rentan, serta memberi manfaat secara ekonomi maupun non-ekonomi.
“Apresiasi saya sampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Siti Nurbaya, Bapak/Ibu dari Kementerian dan Lembaga, Lembaga Masyarakat, lembaga penelitian, dunia usaha, serta pemangku kepentingan lainnya yang telah menjadi mitra kami dalam mendukung pelibatan perempuan dan anak dalam perubahan iklim. Kegiatan peluncuran ini tidak akan terlaksana tanpa adanya komitmen, sinergi dan kolaborasi dari seluruh pihak yang terlibat,” ujarnya.
Dikatakan, dirinya berharap dengan diluncurkannya Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim pada hari ini, langkah kita untuk mengarusutamakan gender dalam aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim akan semakin konkret dilaksanakan serta menjadi sarana bagi kita semua untuk berbagi pengetahuan, gagasan, dan pengalaman serta membangun kemitraan yang kuat untuk mencapai tujuan kita Bersama.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin mengungkapkan dokumen RAN GPI ini disusun berdasarkan komitmen pemerintah untuk melaksanakan Lima Work Programme of Gender (LWPG) yang disampaikan pada Konferensi Para Pihak (COP) ke-27 di Mesir pada November 2022 dan diperkuat dalam Konferensi Para Pihak (COP) ke-28 di Dubai pada Desember 2023 lalu.
“Proses penyusunan RAN GPI dilakukan secara partisipatoris melalui serangkaian tahapan mulai dari peluncuran kerangka awal RAN GPI, FGD, uji akurasi, hingga peluncuran bersama Kementerian LHK dan ADB pada hari ini. Adapun RAN GPI juga mencakup area prioritas yang juga sejalan dengan indikator Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) serta program dukungan Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KPPPA) diantaranya; Pembangunan kapasitas, manajemen pengetahuan dan komunikasi; Keseimbangan gender, partisipasi dan kepemimpinan perempuan; Koherensi, Koordinasi dan Penguatan Kelembagaan; Implementasi dan sarana implementasi yang tanggap gender; Pemantauan dan pelaporan,” ujar Lenny.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi atas hadirnya Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim ini. RAN GPI buat Kementerian LHK merupakan salah satu jawaban penting dalam upaya bersama memperkuat kerja-kerja pengendalian perubahan iklim dengan mitigasi dan aksi iklim yang di dalam strategi dan kegiatan RAN GPI telah secara sistematis diuraikan.
“Saya sangat menyambut gembira keberhasilan dokumen yang secara resmi diluncurkan pada hari ini. Saya juga menyambut baik rencana terbentuknya Seknas dan sangat menyambut baik kerja bersama ibu Deputi dan kawan-kawan. Menurut saya, RAN GPI ini akan menjadi sukses ke depannya karena kita pahami bersama perkembangan yang ada cukup dinamis dalam peran perempuan yang semakin menonjol pada berbagai kesempatan dan memang sesungguhnya harus ada petunjuk bagi mereka untuk peningkatan kapasitas di segala aspek dan pada konteks agenda-agenda aksi iklim akan bisa diisi atau dicapai dengan hadirnya panduan dari RAN GPI ini,” ujar Menteri LHK.
Aktualisasi Nature Gender
Menteri LHK menuturkan kehadiran RAN GPI menjadi bagian penting dalam mengaktualisasi nature gender yang dapat memberikan bimbingan untuk aksi-aksi iklim yang deliverables di dalam pekerjaan perempuan di lapangan yang juga banyak tipe pekerjaan maskulin sehingga harus segera ditangani.
Sementara itu, Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB) Indonesia Resident Mission, Renadi Budiman mengatakan kehadiran ADB untuk merayakan komitmen tegas pemerintah Indonesia dalam melawan perubahan iklim. Kebijakan dan struktur pemerintahan yang responsif gender sangat penting bagi perempuan dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim atas nama Pembangunan Asia.
“Kami merasa terhormat menjadi bagian dari acara ini. Perempuan seringkali lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim karena faktor sosial ekonomi dan budaya yang ada, mereka seringkali memiliki akses yang terbatas terhadap sumber daya, pendidikan dan kekuasaan pengambilan keputusan. Hal ini dapat meningkatkan kerentanan mereka terhadap bencana alam yang berdampak pada keamanan pangan dan pengungsian. Perubahan iklim dapat berdampak buruk pada kesehatan perempuan terutama di wilayah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas. Perubahan iklim juga dapat mempengaruhi peluang perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan, terutama ketika norma-norma gender tradisional membatasi mobilitas dan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan,” ujar Renadi.
Renadi menambahkan peluncuran RAN GPI merupakan langkah penting menuju masa depan yang kita semua perlukan untuk menantikan masa depan kita yang lebih cerah dan sejahtera. “Kami mengucapkan selamat yang sebesar-besarnya kepada pemerintah Indonesia atas peluncuran RAN GPI. Kami mengapresiasi upaya Pemnerintah dalam memastikan partisipasi berbagai pihak, pemangku kepentingan lintas sektor dan industri untuk menyelesaikan dokumen penting ini, pendekatan yang benar-benar partisipatif dengan mengintegrasikan pertimbangan gender ke dalam kebijakan dan program iklim. Negara kita tercinta sedang dalam perjalanan untuk membangun masyarakat yang lebih berketahanan, inklusif, dan adil dalam menghadapi perubahan iklim oleh karena itu, kami akan nantikan kolaborasi kita kedepannya dalam implementasi RAN GPI,” ujar Renadi.
Indonesia mengalami kerugian sebesar USD$ 21,6 miliar atau 1,86% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) hanya pada sektor kesehatan dan belum termasuk sektor lainnya (Peta Jalan NDC, 2021), diperkirakan pada tahun 2100, perubahan iklim dapat menyebabkan kerugian antara 2,5 hingga 7% dari PDB setiap tahunnya (ADB, 2023). 96,6% anak di Indonesia menghadapi 2 atau lebih dampak perubahan iklim dan degradasi lingkungan (UNICEF EAPRO, 2023). Secara global, 1 dari 3 anak di Indonesia terkena keracunan timbal yang dapat menghambat perkembangan otak anak serta kesulitan belajar. Di Indonesia sendiri lebih dari 8 juta anak terpapar racun timbal. Tiga dari 10 kota yang paling terancam oleh risiko lingkungan berada di Indonesia. Lebih dari 62.687 satuan Pendidikan anak usia dini terdampak dari bencana alam yang terjadi sepuluh tahun belakangan, dan lebih dari 12 juta peserta didik terdampak dari bencana alam tersebut.
Penulis: Eko
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
InfoTerkini
Direktorat PAUD Raih Penghargaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Jadi Motivasi Pembangunan ZI-WBBM 2024
Berita 2024-04-30 | 14:50:00
PAUDPEDIA —-- Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Ditjen Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Direktorat PAUD Ditjen PDM) m...
selengkapnya