GuruKreatif
Bermain Peran dan Menjadikannya Nyata
Membangun keterampilan literasi dasar dengan mengaitkannya kepada kegiatan sehari-hari, sekaligus mengajarkan soal kepekaan terhadap orang lain dan lingkungan sosial kepada anak usia dini, merupakan sebuah tantangan tersendiri. Tahapan belajar anak usia 4-6 tahun berada pada tahap pra operasional yang membutuhkan hal konkrit untuk dilakukan. Oleh karena itu saya Rizka Hany Kusumadhini (Kika) sebagai guru Taman Kanak-kanak GagasCeria di Kota Bandung. Saya mengajar Kelas B untuk anak berusia 5-6 tahun.
‘Melek’ Sesuai Konteks Kehidupan Sehari-hari
Kegiatan ini lahir dari pengamatan sederhana anak-anak di Kelas B terhadap orang-orang yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Mereka memiliki peran masing-masing dalam pekerjaannya, mulai dari petugas kebersihan, petugas keamanan, pengurus kebun, juru masak, dan lain-lain. Anak-anak di TK GagasCeria ini terus diingatkan untuk tidak lupa memperhatikan tokoh-tokoh ini, dan sebagai wujud kepekaan sosial, sebagai guru, saya kerap mengingatkan anak-anak agar rajin mengucapkan terima kasih atas bantuan yang bapak-ibu itu berikan. Muncul gagasan dari anak-anak untuk membalas jasa bapak-ibu petugas tersebut dengan cara mengirimkan makanan. Tetapi dari mana uang bisa diperoleh?
Anak-anak mulai menyampaikan ide ini secara lebih serius kepada saya selaku guru mereka, dan mengembangkan daya pikir kritisnya bahwa harus ada sumber pendanaan untuk bisa membeli makanan dan menghadiahkannya. Saya langsung menyambut pemikiran ini, dan memberikan umpan balik yang menstimulasi gagasan mereka lebih lanjut. Saya juga mendorong anak untuk melakukan refleksi diri, benda apa yang pernah dihadiahkan kepada mereka, apa yang mungkin sama-sama berguna untuk kita berikan kepada para petugas tersebut, dan seterusnya – hingga akhirnya mendorong aksi untuk mewujudkannya.
Simulasi dan Realisasi Konsep Berbasis Buku
Anak-anak pun kemudian diajak untuk membuka wawasan mengenai cara mendapatkan uang tanpa meminta kepada orang tua mereka. Berbagai buku dari perpustakaan sekolah dibaca bersama, dan setelah beberapa saat akhirnya ada sebuah ide cemerlang yang ditemukan dari buku “Lemonade for Sale”, yaitu berjualan minuman dan makanan untuk menggalang dana. Saya dan anak-anak pun langsung berimajinasi, dan bermain peran seperti cerita yang ada di dalam buku tersebut. Saya dan anak-anak sepakat bahwa berjualan minuman dan makanan supaya bisa menabung dan membelanjakannya kembali untuk membeli hadiah bagi para petugas sekolah, merupakan hal yang dapat dilakukan.
Buku “Lemonade for Sale”
Dari pengamatan saya, buku ini menjadi bukti bahwa daya nalar anak dapat langsung terpicu setelah membaca teks, melihat gambar, dan memahami informasi yang ada di dalamnya. Anak-anak kemudian memproses informasi tersebut dan mengembangkan pemikirannya berdasarkan pengetahuan tersebut, serta mengaitkannya dengan kenyataan atau persoalan yang sedang mereka hadapi.
Berdasarkan pengamatan saya lebih lanjut mereka sudah mampu menghubungkan antara dua konsep yang berbeda yaitu antara kisah fiktif dengan kenyataan yang bisa dilakukan. Juga menghubungkan dua konsep yang menjadi pemecahan persoalan; antara kebutuhan untuk memiliki uang dengan kesempatan untuk mengumpulkan uang.
Manajemen Proyek yang Sarat Keterampilan Literasi Dasar dan Pranumerasi
Tukar pikiran terus bergulir dan kami(saya bersama anak-anak) sepakat untuk mengubah kelas menjadi sebuah kafe. Selanjutnya kami diskusi untuk bisa memilih nama kafe – yang akhirnya diberi nama “Kafe Santai”. Kami pun mulaimenulis susunan menu yang terdiri tiga jenis makanan dan minuman yang akan dijual, yaitu susu dan sereal, roti oles selai dan jus buah; serta menuliskan harga jual per-menu yang semuanya ditetapkan senilai Rp. 5.000,-. Anak-anak dengan senang hati menulis atau menggambar papan petunjuk di dalam kafe, misalnya ‘masuk’, ‘keluar, ‘antrian’, ‘kasir’, ‘jangan buang sampah sembarangan’, dan lain-lain. Saya juga sangat senang dapat mendampingi mereka belajar mengembangkan keterampilan menulis, mengenal banyak kosa kata baru terkait Kafe Santai ini an mengenali tanada atau simbul yang mewakili huruf tertentu. Bahkan lebih jauh, mereka sekaligus belajar mengembangkan ketrampilan numerasi dasar misalnya menulis angka untuk harga makanan dan minuman
Selamat Datang di “Kafe Santai”
Kami pun bersepakat soal aturan/tata cara jual-beli; pembeli perlu membeli voucher terlebih dahulu sebelum ditukarkan dengan menu makanan yang diinginkan. Kami menciptakan 2 voucher dengan nilai dan warna lembaran yang berbeda, masing-masing senilai Rp. 5.000,- (lembar kuning) dan Rp. 10.000,- (lembar ungu).
Setelah semua persiapan telah dilakukan, kami pun mematangkan pembagian peran. Terdapat sejumlah peran utama yang dapat anak-anak mainkan untuk menjalankan kegiatan kafe ini. Setiap peran dapat dijalankan oleh 3-4 anak, dan tentu saja mereka bebas memilih peran yang ingin mereka mainkan. Peran-peran tersebut adalah penerima tamu dan layanan pelanggan, koki, kasir dan petugas penghitung penjualan.
Anak yang bertugas sebagai penerima di depan pintu harus aktif mempromosikan kafe, ia juga merangkap sebagai pelayan pelanggan. Mereka belajar membacakan menu, mengartikulasikan pilihan dan menjelaskan harga, juga mempersuasi pelanggan untuk masuk ke kafe dan membeli hidangan. Setelah tamu selesai makan dan minum, mereka pun memberanikan diri untuk menanyakan kesan pelanggan, serta menuliskan testimoni mereka sebagai bahan masukan bagi kafe. Di sini mereka belajar menyusun kalimat, belajar membuka pembicaraan, belajar menyampaikan pesan, serta belajar beramah tamah secara interaktif – bahkan dengan orang tua lain yang mungkin tidak mereka kenal.
Di area lain, masing-masing anak sibuk dengan perannya masing-masing. Ada koki pertama di dapur yang bertugas mengolah makanan dan minuman. Melalui peran yang dilakukan mereka belajar mengenai takaran. Selain itu, mereka juga saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain.
Koki di Dapur Pertama, Menjual Susu dan Sereal (foto ini diambil sebelum pandemi)
Begitupun koki di dapur kedua, mereka bertugas menjual makanan, belajar tentang pembagian makanan, melayani konsumen dengan baik, yaitu mengajukan opsi (menu coklat atau strawberry) dengan sopan.
Koki di Dapur Kedua, Menjual Roti Oles Selai (foto ini diambil sebelum pandemi)
Sementara, koki di dapur ketiga bertugas menyiapkan menu lain, yaitu minuman jus. Di sini mereka kembali belajar takaran liter sesuai ukuran gelas dan juga dapat melayani sesuai permintaan konsumen serta melakukan negosiasi secara verbal.
Koki di Dapur Ketiga, Menjual Jus Buah (foto ini diambil sebelum pandemi)
Anak yang berperan sebagai petugas kasir dibekali beberapa kotak sebagai tempat penyimpanan uang dan voucher berdasarkan kelompoknya. Mereka belajar mengembangkan keterampilan numerasi dasar, yaitu pengelompokan, penambahan, dan pengurangan.
Petugas Kasir (foto ini diambil sebelum pandemi)
Kesibukan petugas penghitung jumlah penjualan berbeda lagi. Petugas ini berkoordinasi dengan para koki yang menerima voucher dari pembeli kemudian menghitung hasil penjualan mereka dan mencatatnya dalam bentuk grafik yang ditandai dengan warna spidol untuk masing-masing dapur. Di sini terjadi pengembangan keterampilan numerasi dasar seperti menghitung penjumlahan dan menyusun data.
Petugas Penghitung Jumlah Penjualan (foto ini diambil sebelum pandemi)
Permainan ini sungguh membuat anak-anak gembira, mereka tampak takjub ketika makanan serta minuman yang dijual di kafe adalah benar-benar makanan minuman yang bisa dikonsumsi. Apalagi ketika menerima uang yang sesungguhnya dari hasil penjualan di kafe, bukan uang mainan yang biasa mereka temui.
Setelah kafe ditutup, petugas penghitung jumlah penjualan mulai menyamakan catatan grafik dengan voucher yang diperoleh di setiap dapur. Pencatatan di grafik memang belum tepat sesuai dengan voucher yang dikumpulkan. Namun anak-anak telah berhasil belajar mengenai korespondensi yang menghubungkan antara data jumlah voucher dengan tampilan statistik sederhana.
Pengelola Kafe dan Para Pembeli (Orang Tua). Foto ini diambil sebelum pandemi
Hasil penjualan yang didapatkan kemudian dikurangi modal, dan keuntungannya dibagi untuk dibelikan makanan untuk masing-masing petugas. Anak-anak pun menyerahkan hasil jerih payah mereka secara langsung, sambil mengucapkan terima kasih.
Penyerahan Makanan yang Dibeli dari Hasil Keuntungan Kafe kepada Petugas di Lingkungan Sekolah (foto ini diambil sebelum pandemi)
Sisa uang kembali mereka gunakan untuk berbelanja bahan pudding, kemudian dimasak dan dimakan bersama-sama. Tentu daya kreativitas yang luar biasa dan tak terbendung!
Sisa Uang Dibelanjakan Bahan untuk Membuat Pudding. Dimasak dan Dinikmati Bersama di Kelas! (foto ini diambil sebelum pandemi)
Bermain Peran, Anak Senang Ketrampilan Literasi Dasar dan Numerasi Dasar Berkembang
Dari kegiatan bermain peran dengan membuat Kafe Santai ini, saya melihat semua anak menikmati peran masing-masing. Yang lebih membanggakan saya sebagai guru TK, selain anak terlihat gembira, banyak sekali ketrampilan anak di bidang literasi dasar yang terasah dari kegiatan ini diantaranya : (1). Pengembangan kecakapan berbahasa dalam hal ini ketrampilan berbicara, mendengarkan/menyimak; (2). Memahami tulisan yaitu pengetahuan anak mengenai fungsi simbol yang tertulis yang saling terhunung membentuk suatu arti missal kata Kasir, Kafe Santai dsb; (3). Mengenal buku yaitu memahami bagaimana membaca buku yang kemudian mempraktekkan isi buku dalam sebuah kegiatan bermain peran; (4) Pemahaman huruf dan bunyi yaitu kemampuan anak untuk mengenali nama dan bentuk huruf serta bunyi yang diucapkan.
Ketrampilan numerasi dasar juga tidak terasa dipraktekkan dalam kegiatan bermain peran ini: (1). Mengenal konsep bilangan dan berhitung; (2). Kemampuan membandingkan dan mengukur, dalam bermain peran ini terlihat dari kegiatan anak ketika koki membuat takaran makanan atau minuman: (3). Kemampuan memilah dan mengelompokkan misalnya ketika anak membuat menu dengan mengelompokkan jenis minuman dan makanan; (4). Pemahaman konsep ruang dan posisi serta bentuk geometri dasar misalnya piring berbentuk bulat, meja berbentuk persegi Panjang dsb.
Hal yang Perlu diperhatikan untuk Replikasi
Kegiatan yang telah saya jabarkan di atas, tentu sangat mungkin untuk Ayah Bunda dan Sobat PAUD lakukan ditempat masing-masing. Hanya saja tidak harus persis atau sama seperti apa yang saya lakukan di atas. Mengapa demikian? Karena aktivitas ini perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi di tempat masing-masing. Jika tempat Ayah Bunda di daerah terpencil tentu sulit untuk menemukan mini market alat dan bahan yang serupa. Lalu apa yang harus di lakukan?
- Sepakati bersama tema yang akan diangkat
- Cari dan manfaatkanlah alat dan bahan yang tersedia atau mudah untuk didapatkan. Contoh: hasil kebun bagi daerah dataran tinggi. Ikan bagi daerah pinggir pantai, dan lain sebagai sesuai dengan kultur masing-masing.
- Lakukan diskusi untuk menyepakati pembagian peran.
- Tidak kalah penting juga untuk menyepakati aturan-aturan yang harus dipatuhi selama permainan, misalnya membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya.
- Lakukan dengan bahagia
Bagi sekolah yang masih melaksanakan pembelajaran jauh, permainan ini dapat dilakukan antara dengan orang tua masing-masing atau jika memungkinkan melibatkan anggota keluarga lain, seperti kakak, tante, paman, dll.
Banyak Manfaat dari Permainan Ini
Seperti yang telah dijelaskan di atas permainan ini dapat mengembangkan berbagai keterampilan yaitu pengembangan literasi dasar, pranumerasi, melatih daya pikir, imanijinasi dan kreativitas. Tapi ada hal lain yang tidak kalah penting yaitu untuk membangun kedekatan dan kelekatan Ayah Bunda bersama anak. Mungkin selama ini diantara kita jarang meluangkan waktu untuk menemani mereka, tapi dengan melakukan permainan ini anak-anak benar-benar merasakan kedekatan dengan orang tua dan merasakan bekerja sama dengan orang tuanya sendiri. Selain itu mereka belajar untuk bersosialisasi dengan masyarakat serta menghargai berbagai profesi yaang akan mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Oleh: Rizka Hany Kusumadhini, S.Pd
2022-04-19 | 11:29:00