Berita
Prof. Dr. Frans Gruber Ijong : “Hentikan Berikan Kudapan atau Junkfood Mengandung MSG dan Pengawet Makanan Kepada Siswa PAUD”
Berita 2024-08-15 | 08:20:00
PAUDPEDIA —- Mengamati sejumlah kasus penyakit berakibat kematian yang terjadi pada anak usia 2 hingga 13 tahun dengan gejala gangguan pencernaan, gangguan ginjal, gangguan kulit seperti ruam, gatal sampai luka hingga pada serangan “virus” pada siswa PAUD semakin memprihatinkan. Hal tersebut antara lain berpotensi disebabkan oleh pola makan anak yang berubah dan yang paling perlu digaris bawahi adalah kegemaran anak mengkonsumsi kudapan atau makanan ringan (snack) serta Junk Food baik yang bermerek maupun tidak bermerek secara berlebihan dan terus menerus setiap hari kepada Anak Usia Dini.
Seperti diketahui, saat ini kembali marak diberitakan jasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak usia 6 bulan-18 tahun terjadi peningkatan terutama dalam dua bulan terakhir. Per tanggal 18 Oktober 2022 sebanyak 189 kasus telah dilaporkan, paling banyak didominasi usia 1-5 tahun.
Seiring dengan peningkatan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan meminta orang tua untuk tidak panik, tenang namun selalu waspada. Terutama apabila anak mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut seperti ada diare, mual ,muntah, demam selama 3-5 hari, batuk, pilek, sering mengantuk serta jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali. Demikian dikatakan Guru Besar Ilmu Ketahanan Pangan dan ahli Mikrobiologi Prof Dr, Frans Gruber Ijong dalam kelas parenting PAUD Pembina GMIM Pniel Batu Kota Manado, Rabu (14/9).
“Pastikan bila anak sakit cukupi kebutuhan cairan tubuhnya dengan minum air. Lebih lanjut, gejala lain yang juga perlu diwaspadai orang tua adalah perubahan warna pada urine (pekat atau kecoklatan). Bila warna urine berubah dan volume urine berkurang, bahkan tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), orang tua diminta segera membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,” ujar Prof Frans Guber Iyong yang juga Direktur Politeknik Negeri Nusa Utara Tahuna-Sangihe Sulawesi Utara.
Kebanyakan snack tersebut, apalagi yang tidak bermerek mengandung penyedap MSG (monosodium glutamat) yang berperan sebagai penambah rasa enak dan untuk menjamin daya awet maka juga ditambahkan bahan pengawet dan juga bahan lainnya, baik yang tercantum dalam komposisi kandungan bahan tersebut yang tertera pada kemasan maupun yang tidak dicantumkan.
MSG dan pengawet berisiko pada saluran pencernaan dan beberapa organ vital lainnya. MSG atau monosodium glutamat merupakan salah satu bahan penambah rasa yang sering ditambahkan pada bahan makanan olahan. MSG mengandung senyawa Na (natrium atau sodium) yang bersifat alkalis atau memiliki pH basa yaitu kisaran pH >7.1.
Bahaya MSG dan Pengawet
Dikatakan keseringan mengkonsumsi MSG apalagi dalam jumlah yang banyak maka: Unsur Na pada MSG dapat mempengaruhi suasana keasaman pada lambung Normalnya lambung memiliki pH 2-3 (asam lambung) sehingga kondisi ini mengakibatkan semua makanan yang masuk ke lambung akan mudah dicerna karena akan mengalami degradasi pada suasana asam lambung, termasuk hampir semua bakteri terutama patogen pasti akan mati.
“Asupan Na berlebih secara kimiawi akan menaikan pH asam lambung ditandai dengan mual dan kurang nafsu makan bagi anak sehingga lambung tidak akan optimal melakukan fungsinya menghancurkan makanan dengan demikian beban pencernaan akan berpindah ke usus sebagai akibatnya terjadi gagal pencernaan (flatula) bahkan serapan gizi mengalami penurunan,” ujarnya.
Disamping itu, lanjutnya kehadiran ion Na secara berlebihan akan juga memberikan pengaruh pada konstraksi sel lambung dan usus yang secara alamiah lebih dipengaruhi oleh ion K (kalium atau potasium) yang dihasilkan pada usus.
Dijelaskan keberadaan Kalium pada lambung dan terutama usus sangat erat hubungannya dengan kehidupan bakteri-bakteri baik pada saluran pencernaan seperti Bifidobacterium, dan beberapa jenis bakteri Gram-negatif bersifat non-patogen dari famili Enterobactericeae yang secara alamiah (natural mikroflora) ada diusus bakteri berperan penting dalam mendegradasi sisa-sisa makanan. Dan pada saat bersamaan potensil menghasilkan vitamin K dimana vitamin K tersebut sangat berperan sebagai katalisator pekerjaan kontraksi usus besar selama proses pencernaan berlangsung.
Kehadiran vitamin K yang diproduksi oleh bakteri-bakteri tersebut sangat berperan dalam mencegah terjadinya sembelit (konstipasi) bagi manusia (anak-anak).
Jumlah ion Na secara berlebihan mengakibatkan usus akan "berhenti" memproduksi vitamin K telah diketahui bahwa dalam respirasi sel bakteri Gram-negatif ion K memiliki peranan yang penting sehingga metabolisme dan pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut akan terus terjadi dalam jumlah optimal.
Rusak Sistem Metabolisme Tubuh
Banyaknya jumlah ion Na sebagai akibat asupan makanan (terutama snack) akan mengakibatkan sistim metabolisme dan respirasi sel bakteri melambat bahkan pada kondisi tertentu akan terjadi kematian secara besar-besaran bakteri-bakteri Gram-negatif yang berperan memproduksi vitamin K pada saluran pencernaan manusia.
Selain itu bakteri-bakteri tersebut akan mengalami perubahan fungsi dari bakteri baik menjadi bakteri tidak baik atau patogen sebagai upaya mempertahankan kehidupannya (awal dari masalah pencernaan). Salah satu bakteri pada saluran pencernaan seperti Escherichia coli mula-mula bersifat non-patogen tetapi pada kondisi berkurang bahkan ketiadaan ion K (ion kalium) mengakibatkan bakteri ini tidak mampu memproduksi vitamin K, akibatnya usus mengalami gangguan hal ini ditandai dengan terjadinya kondisi susah buang air besar seperti terjadi ‘konstipasi’.
Jika kontraksi usus mengalami penurunan maka serapan makanan/gizi pun akan mengalami penurunan (anak terlihat gemuk tapi kurang tenaga). bahwa kelebihan jumlah ion Na (ion natrium) mengakibatkan kenaikan keasaman pH lambung dan usus (>4.0) maka akibatnya bakteri patogen dapat berkembang atau tumbuh sehingga berpotensi menyebabkan diare dan penyakit pencernaan lainnya.
Kurangnya ion K pun memberi dampak pada kematian bakteri-bakteri baik tersebut karena dalam respirasi selnya membutuhkan ion K bukan ion Na, anak mudah terserang diare. Kenaikan pH tersebut juga mengakibatkan kematian bakteri baik (bifidobacterium) yang biasanya hidup pada kondisi pH asam dan merupakan mikroflora (bakteri yang sudah ada) dalam lambung dan usus dimana bakteri ini berperan seperti tentara pada saluran pencernaan untuk membunuh bakteri-bakteri jahat yang masuk bersama makanan.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan adanya senyawa pengawet (antimikroba) yang ditambahkan pada saat pengolahan makanan/snack tersebut. Asupan materi tersebut setiap hari bahkan setiap saat secara langsung mengakibatkan kematian mikroflora atau bakteri-bakteri baik yang ada pada saluran pencernaan dan pada saat yang sama menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan bakteri jahat yang lebih tahan terhadap senyawa antimikroba tersebut.
Efek antimikroba tersebut selain mempengaruhi komposisi mikroba atau bakteri baik pada saluran pencernaan juga residunya berpotensi mempengaruhi kerja kelenjar empedu, ginjal dan organ-organ vital lainnya. Sekresi cairan empedu pada saluran pencernaan merupakan salah cara tubuh untuk mengontrol pertumbuhan bakteri patogen.
Tetapi jika kemampuannya menurun maka akibatnya akan terjadi pertumbuhan bahkan kolonisasi bakteri patogen pada dinding usus, berakibat implamasi atau peradangan dan dalam kasus-kasus tertentu terjadi kerusakan jaringan usus bahkan sampai timbulnya kanker usus.
Belum lagi bakteri-bakteri patogen seperti E.coli, Vibrio cholerae, Salmonella, Shigella, dll dapat menghasilkan racun yang akan memperburuk kondisi kesehatan.
Gangguan pada kelenjar empedu akan dapat mengakibatkan sistim detoksifikasi tubuh mengalami gangguan atau penurunan karena kelenjar tersebut menjadi tidak berfungsi secara optimal, padahal kelenjar ini sangat erat kaitannya mengontrol bakteri patogen yang menyerang saluran pencernaan.
Gejala-gejala umum yang terjadi seperti diare berkepanjangan, rasa sakit yang sangat pada perut sampai terjadi kekejangan bahkan kematian.
Secara bersamaan terjadi gangguan pada ginjal mengakibatkan meningkatnya senyawa racun pada darah sehingga mengakibatkan gejala seperti leukimia/kanker darah bahkan sering terjadi kesalahan diagnosa medis dan seolah secara sederhana disimpulkan sebagai serangan virus tertentu.
Virus yang secara umum disalah artikan oleh orang awam bahkan tenaga kesehatan bahwa seolah-olah virus sama dengan mikroba atau bakteri adalah pendapat yang keliru.
Kegagalan diagnosa seperti kanker darah atau leukimia sebagai resiko asupan snack ber-MSG berlebihan dapat diatasi antara lain dengan cara: mengembalikan fungsi fisiologis organ terutama lambung dengan memberikan makanan kaya akan FOS (fosfo oligo sakarida) yang dapat digunakan langsung oleh bakteri-bakteri baik seperti bifidobacterium
dan bakteri asam laktat untuk menormalkan pH lambung pada kondisi asam. Hentikan atau stop memberikan makan ber-MSG, junckfood dan berbahan pengawet tinggi.
Peliput : Eko Harsono