Berita
15.120 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Terjadi Tahun 2023, Laporkan Aksi Kekerasan di Layanan WhatsApp SAPA 129
Berita 2024-08-28 | 20:06:00
PAUDPEDIA —- Institusi pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi para peserta didik dalam melakukan pendidikan dan pembelajaran. Terutama persembahan, pesantren, madrasah dan satuan pendidikan lainnya dalam menjalankan peran sebagai empat pusat pendidikan yaitu keluarga, satuan pendidikan, masyarakat dan pusat ibadah.
Data dari dashboard Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per Januari hingga November 2023, terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 kasus dialami anak perempuan dan 4.691 kasus dialami anak laki-laki.
Kemudian ada sebanyak 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2023. Data ini mengalami penurunan 12 persen dibandingkan pada tahun 2022 yang sebanyak 457.895 kasus.
Komnas Perempuan mencatat ada 3.303 kasus kekerasan berbasis gender. Sementara lembaga layanan mencatat ada 6.305 kasus dan Badan Peradilan Agama (Badilag) mencatat jauh lebih tinggi yakni 279.503 kasus. Berdasarkan data tersebut, paling banyak bentuk kekerasan didominasi kekerasan seksual 2.363 kasus atau 34,8 persen, diikuti kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi, paling banyak dialami perempuan.
SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak)
SIMFONI PPA merupakan sistem informasi yang dikembangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang digunakan untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di wilayah Indonesia, baik untuk warga negara indonesia maupun warga negara asing.
SIMFONI PPA bekerja sama dengan instansi pemerintahan di setiap provinsi / kabupaten / kota sehingga aplikasi dapat diakses oleh semua unit layanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak dibawah pada tingkat nasional meliputi provinsi / kabupaten / kota secara up to date.
Masyarakat dapat melaporkan peristiwa kekerasan yang dilihat atau dialami melalui telepon hotline 129 maupun WhatsApp ke nomor 08111-129-129. Selain itu, masyarakat juga dapat menghubungi SAPA 129 apabila memerlukan informasi terkait permasalahan perempuan dan anak.
Payung Hukum
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito menyampaikan, kekerasan terhadap anak masih terus terjadi. Saat ini lingkungan pendidikan dan satuan pesantren masih menjadi salah satu lokus terjadinya kekerasan. Hal ini disampaikannya pada Rakor Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan Lingkup Kementerian Agama
Warsito menyampaikan, kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan menurut UU No.35 tahun 2014 dapat berbentuk fisik, psikis, seksual, penelantaran dan bullying. Deputi Wasito menegaskan bahwa hal ini merupakan tanggung jawab bersama, dimana pemerintah memberikan perhatian serius dan mengambil langkah-langkah dalam pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan di satuan pendidikan.
Warsito menyampaikan bahwa pemerintah telah memiliki beberapa payung hukum untuk penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu: UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual; Permendikbudristek No.46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan; Peraturan Menteri Agama No.73 Tahun 2022 dan Kepdirjen Pendis No.1262 Tahun 2024 tentang Juknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren.
Lebih lanjut, Warsito menjelaskan bahwa semua pihak harus membuka mata terhadap meningkatnya kasus kekerasan di satuan pendidikan saat ini termasuk pondok pesantren.
"Termasuk pengelola pesantren harus berani _open minded_ dalam memperbaharui tata kelola berjalannya pendidikan di pesantren agar kasus kekerasan yang terjadi tidak terus bertambah termasuk di Sumatera Barat ini", tegas Warsito.
Dia menjelaskan, pemberian pemahaman atau edukasi terkait kekerasan fisik, verbal dan seksual perlu diberikan tidak hanya oleh tenaga pendidik, namun juga oleh orang tua di rumah sehingga anak-anak dapat mengidentifikasi sejak dini perilaku yang mengarah pada kekerasan dan dapat menghindarinya.
Deputi Warsito menyampaikan bahwa untuk menangani kekerasan di lingkungan pendidikan perlu dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Warsito menjelaskan bahwa Kemenko PMK terus berupaya memaksimalkan peran satuan tugas terpadu yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat melakukan pencegahan dan memberi respon cepat setiap kali terjadi tindak kekerasan di lingkungan pendidikan.
"Dalam hal ini, Kementerian Agama juga dilibatkan dalam Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang melibatkan organisasi sosial keagamaan," ungkapnya.
Menutup sambutannya, selain adanya satgas terpadu, Deputi Warsito mengajak agar satuan pendidikan keagamaan memiliki pendidik berlatar belakang bimbingan konseling atau psikologi dan membekali para pendidik dengan pengetahuan psikologis, sehingga nampu mendeteksi dini perubahan perilaku murid.
Rapat koordinasi dihadiri oleh perwakilan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Kepala Kantor Kemenag Bukittinggi beserta jajaran, Kepala Kantor Kemenag Agam beserta jajaran, serta perwakilan pesantren di Sumatera Barat.
10 Provinsi Tertinggi
Aktivasi Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Terintegrasi yang dilaksanakan secara serentak di 10 Provinsi dengan jumlah kasus terbanyak berdasarkan data penerimaan pengaduan melalui kanal SAPA 129 tahun 2021 – 2023 yaitu (1) Jawa Barat, (2) DKI Jakarta, (3) Jawa Timur, (4) Jawa Tengah, (5) Banten, (6) Sumatera Utara, (7) Sulawesi Selatan, (8) Bali, (9) Nusa Tenggara Timur, dan (10) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, dalam pembukaan kegiatan Aktivasi Layanan SAPA 129 Terintegrasi di Provinsi Jawa Barat, mengungkapkan bahwa Aktivasi Layanan SAPA 129 Terintegrasi ini merupakan upaya pemerintah untuk mendekatkan akses layanan SAPA 129 kepada masyarakat, dari mulai integrasi sistemnya, pengembangan teknologinya, penyediaan sarana dan prasarana pendukung, sampai pada pengembangan sumber daya manusianya dan memudahkan kerjasama pemberian layanan dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Kami berharap akan adanya perubahan terkait layanan pengaduan yang diberikan kepada masyarakat dan juga untuk menjangkau lebih luas kepada masyarakat tentang hadirnya intergrasi layanan ini. Adanya SAPA 129 di setiap provinsi ini diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan perempuan dan anak dan mempercepat penanganan karena pelapor akan terhubung dengan petugas di wilayah masing-masing,” ujar Nahar.
Nahar mengatakan pada tahun 2022 lalu, SAPA 129 telah menerima aduan sebanyak 2.346 terkait perempuan dan 957 kasus anak yang memerlukan perlindungan khusus. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. “Hal ini menunjukkan bahwa Layanan SAPA 129 ini disambut baik dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya dalam permasalahan terkait perempuan dan anak. Oleh karena itu, pada tahun 2023 ini, Kemen PPPA bekerja sama dengan Telkom Group telah melaksanakan pengembangan dan integrasi SAPA 129,” imbuh Nahar.
Selain itu, dalam pembukaan kegiatan Aktivasi Layanan SAPA 129 Terintegrasi di Provinsi DIY, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati mengatakan pengembangan dan integrasi SAPA 129 ini juga salah satu bentuk upaya penguatan sinergi antara Kemen PPPA dengan Dinas PPPA dan UPTD PPA Provinsi dalam hal penyediaan layanan bagi perempuan dan anak. Keterbukaan akses layanan dan sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan provinsi ini dapat mendorong penanganan kasus yang cepat, akurat, dan komprehensif dan memberikan pelayanan prima bagi masyarakat.
“Apresiasi yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berperan aktif dan berkontribusi dalam proses Integrasi SAPA 129 dengan 34 provinsi dan juga kepada seluruh Kepala Dinas yang menangani urusan Pemerintah bidang PPPA, Kepala UPTD PPA se-Indonesia yang telah berkomitmen tinggi dalam mendukung proses integrasi Layanan SAPA 129,” ujar Ratna Susianawati.
“Dalam rangka menyediakan layanan pengaduan, KemenPPPA bekerja sama dengan pihak-pihak terkait telah menghadirkan layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 sejak tahun 2021 lalu. Kehadiran SAPA 129 ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat ketika mengalami, melihat, atau ingin mengakses informasi seputar kekerasan terhadap perempuan dan anak,” imbuh Ratna Susianawati.
Penyunting: Eko Harsono
Sumber : Siaran Pers Kemenko PMK dan KemenPPA
InfoTerkini
Internalisasi Pembangunan ZI-WBBM Episode ke 57, Bangun Pola Hidup Sehat Dengan Gizi Seimbang
Berita 2025-04-18 | 15:53:00
...
selengkapnya